Makanan
adalah kebutuhan pokok manusia yang secara langsung berperan meningkatkan
kesehatan sehingga kita mampu melakukan kegiatan sehari-hari secara baik. Untuk
itulah, higienitas dan keamanan makanan menjadi sangat penting agar tidak menimbulkan
gangguan kesehatan.
Tetapi
ironisnya, belakangan ini banyak jenis makanan yang beredar di masyarakat tidak
terjamin lagi keamanannya. Khususnya karena terkontaminasi logam-logam berat
seperti timbel (Pb), kadmium (Cd), atau merkuri (Hg). Padahal bila logam-logam
tersebut masuk ke dalam tubuh lewat makanan, selain akan menganggu sistem
syaraf, kelumpuhan, dan kematian dini, juga dapat menurunkan tingkat kecerdasan
anak-anak.
SUMBER
KONTAMINASI
Pencemaran
udara dari asap kendaraan bermotor acapkali dituduh sebagai sumber kontaminasi
timbel dalam makanan, selain kemasan, zat warna tekstil, dan limbah industri.
Tuduhan ini bukan tak ada alasannya. Data yang dikeluarkan Bapedal DKI tahun
1998, kadar timbel yang melayang-layang di udara Jakarta rata-rata telah
mencapai 0,5 mikrogram per m kubik udara. Untuk kawasan tertentu, seperti
terminal bus dan daerah padat lalu lintas, kadar timbel bisa mencapai 2-8
mikrogram per meter kubik.
Pencemaran
ini telah menyebabkan sayuran yang ditanam dekat jalan padat lalu lintas,
mengandung timbel di atas ambang batas yang ditentukan oleh WHO. Yakni antara
15,5 ppm hingga 29,9 ppm (Rukaesih Ahmad, 1994). Padahal WHO memberi ambang
batas hanya sampai 2 ppm. Demikian pula makanan jajanan di sekitar terminal bus
tak terhindarkan lagi dari kontaminasi timbel.
Sumber lain adalah
peralatan dapur, khususnya yang digunakan untuk memasak dan menyajikan makanan.
Timbel yang terdapat pada lapisan gelas yang terbuat dari keramik Cina,
porselen, atau tanah liat dapat larut oleh makanan yang bersifat asam. Air
minum yang disalurkan lewat pipa timbel akan tinggi kandungan timbel yang
terlarut dalam air tersebut. Demikian pula makanan kaleng akan tinggi kandungan
timbelnya bila masih menggunakan teknologi pematrian dengan timbel (Pb).
Beberapa
kertas kemasan dan non-kemasan (kertas koran dan majalah) yang sering digunakan
untuk membungkus makanan terdeteksi mengandung timbel melebihi batas yang
ditentukan.
BAHAN MAKANAN
Bagaimana
dengan bahan makanan sendiri? Makanan yang mengandung kadar timbel yang tinggi
adalah dari kelompok makanan kaleng, jeroan (hati, ginjal dari hasil ternak),
ikan, dan kerang-kerangan. Sedangkan jenis makanan yang rendah kandungan
timbelnya adalah susu sapi, buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian (kecuali jika
ditanam di tepi jalan yang padat lalu lintasnya.Sayuran seperti ini kadar
timbelnya bisa 10 kali lebih tinggi daripada di daerah pedesaan).
BAHAYA YANG
DITIMBULKAN
Salah satu
faktor yang menyebabkan tingginya kontaminasi timbel pada lingkungan adalah
pemakaian bensin bertimbel yang masih tinggi di Indonesia. Untuk mempermudah
bensin premium terbakar, titik bakarnya harus diturunkan melalui peningkatan
bilangan oktan dengan penambahan timbel dalam bentuk tetrail lead (TEL). Namun
dalam proses pembakaran, timbel dilepas kembali bersama-sama sisa pembakaran
lainnya ke udara dan siap masuk ke dalam sistem pernafasan manusia.
Perjalanannya
dapat mengikuti alur rantai makanan (food chain), sementara timbel yang
terlepas di lingkungan akan tersebar dan tertimbun (bioakumulasi) dalam matrik
biologi dan kimia di tubuh inangnya. Seperti halnya kasus Minamata, ketika
limbah pabrik kimia yang mengandung merkuri (Hg) milik Chisso, Co yang
memproduksi plastik (PVC), dibuang ke Teluk Minamata di Jepang selama beberapa
tahun sebelum 1953. Metilmerkuri masuk ke dalam tubuh fitoplankton yang
kemudian dimakan zooplankton. Lalu zooplankton dimakan oleh ikan kecil yang
menjadi mangsa ikan-ikan besar. Ikan-ikan inilah yang dimakan oleh keluarga
nelayan di sekitar Teluk Minamata, sehingga terjadi wabah neurologis yang tidak
menular.
Di dalam
tubuh manusia, timbel memulai turnya melalui saluran pernapasan atau saluran
pencernaan menuju sistem peredaran darah. Melalui peredaran darah menyebar ke
berbagai jaringan lain seperti ginjal, hati, otak, syaraf, dan tulang.
Keracunan timbel ini pada orang dewasa ditandai dengan gejala 3 P, yaitu pallor
(pucat), pain (sakit), dan paralysis (kelumpuhan). Keracunan yang terjadi pun
bisa bersifat kronik dan akut.
Pada
keracunan kronik, awalnya tidak menyebabkan gangguan kesehatan yang tampak,
tetapi makin lama efek toksik itu menumpuk hingga akhirnya terjadi gejala
keracunan. Keracunan timbel kronik ditandai dengan depresi, sakit kepala, sulit
berkonsentrasi, daya ingat terganggu, dan sulit tidur.
PENCEGAHAN
Untuk
terhindar dari makanan yang terkontaminasi logam berat timbal, memang
susah-susah gampang. Susahnya, banyak makanan jajanan seperti pisang goreng,
tahu goreng, dan tempe goreng yang dibungkus dengan koran (karena pengetahuan
yang kurang dari si penjual). Padahal bahan yang panas dan berlemak mempermudah
berpindahnya timbel ke makanan tersebut. Gampangnya, jika membeli jajanan,
usahakan jangan dibungkus dengan kertas tapi dengan bungkus daun pisang atau
diletakkan di piring. Demikian pula peralatan masak. Hindari beberapa sumber
timbel seperti peralatan masak dan makanan kaleng yang dipatri dengan timbel. Bentuk
pencegahan yang lain adalah membiasakan keluarga untuk mengkonsumsi makanan
mengandung serat tinggi. Buah-buahan, sayuran, bawang, dan kacang-kacangan,
adalah beberapa di antaranya. Serat makanan bahan tadi, seperti pektin, lignin,
dan beberapa hemiselulosa dari polisakarida lain yang larut dalam air, vitamin
C, serta bioflavanoid dapat menetralkan timbel dan mengurangi penyerapan logam
berat melalui sistem pencernaan kita.
Yang paling
penting adalah menggantungkan harapan kepada pemerintah untuk mengganti bensin
bertimbel dengan bensin tanpa timbel. Meski biaya untuk keperluan modifikasi
ini sangat mahal, tapi keuntungan yang diperoleh jauh lebih besar. Alangkah
nyaman dan indahnya masa depan kita (terutama anak-anak kita )kalau kualitas
udara di kota-kota besar, steril dari cemaran timbal yang pada gilirannya
mendukung terbentuknya kecerdasan intelektual anak sejak dini
EFEK TIMBAL TERHADAP KESEHATAN
Penimbunan zat-zat kimia (Chemical Storage) dalam jaringan/organ
tubuh dapat terjadi di jaringan atau organ dimana efek zat – zat kimia akan
terlihat. Pada kasus timah hitam (Pb) dalam tubuh akan ditimbun dalam tulang
tetapi manifestasi efek toksiknya akan terlihat pada jaringan – jaringan lunak
(syaraf, ginjal, dan lain- lain). Salah satu storage depot yang penting adalah
jaringan lemak (Adipose Tissue).
Pada jaringan atau organ tubuh logam
Pb akan terakumulasi pada tulang. Karena dalam bentuk ion Pb2+, logam ini mampu
menggantikan keberadaan ion Ca2+ (kalsium) yang terdapat pada jaringan tulang.
Disamping itu pada wanita hamil logam Pb dapat dapat melewati plasenta dan
kemudian akan ikut masuk dalam sistem peredaran darah janin dan selanjutnya
setelah bayi lahir Pb akan dikeluarkan bersama air susu. Meskipun jumlah Pb
yang diserap oleh tubuh hanya sedikit ternyata logam Pb ini sangat berbahaya.
Hal itu disebabkan senyawa-senyawa Pb dapat memberikan efek racun terhadap
berbagai macam fungsi organ tubuh.
Pb
sebagai gas buang kendaraan bermotor dapat membahayakan kesehatan dan merusak
lingkungan. Pb yang terhirup oleh manusia setiap hari akan diserap, disimpan
dan kemudian ditampung dalam darah. Bentuk kimia Pb merupakan faktor penting
yang mempengaruhi sifat-sifat Pb di dalam tubuh. Komponen Pb organik misalnya
tetraethil Pb segara dapat terabsorbsi oleh tubuh melalui kulit dan membran
mukosa. Pb organik diabsorbsi terutama melalui saluran pencernaan dan
pernafasan dan merupakan sumber Pb utama di dalam tubuh. Tidak semua Pb yang
terisap atau tertelan ke dalam tubuh akan tertinggal di dalam tubuh. Kira-kira
5-10 % dari jumlah yang tertelan akan diabsorbsi melalui saluran pencernaan, dan
kira-kira 30 % dari jumlah yang terisap melalui hidung akan diabsorbsi melalui
saluran pernafasan akan tinggal di dalam tubuh karena dipengaruhi oleh ukuran
partikel-partikelnya.
Dampak dari timbal sendiri sangat
mengerikan bagi manusia, utamanya bagi anak-anak. Di antaranya adalah
mempengaruhi fungsi kognitif, kemampuan belajar, memendekkan tinggi badan,
penurunan fungsi pendengaran, mempengaruhi perilaku dan intelejensia, merusak
fungsi organ tubuh, seperti ginjal, sistem syaraf, dan reproduksi, meningkatkan
tekanan darah dan mempengaruhi perkembangan otak. Dapat pula menimbulkan anemia
dan bagi wanita hamil yang terpajan timbal akan mengenai anak yang disusuinya
dan terakumulasi dalam ASI.
Paparan bahan tercemar Pb dapat
menyebabkan gangguan pada organ sebagai berikut :
·
Gangguan
neurologi
Gangguan
neurologi (susunan syaraf) akibat tercemar oleh Pb dapat berupa encephalopathy,
ataxia, stupor dan coma. Pada anak-anak dapat menimbulkan kejang
tubuh dan neuropathy perifer.
·
Gangguan
terhadap fungsi ginjal
Logam berat
Pb dapat menyebabkan tidak berfungsinya tubulus renal, nephropati
irreversible, sclerosis va skuler, sel tubulus atropi, fibrosis dan
sclerosis glumerolus. Akibatnya dapat menimbulkan aminoaciduria dan
glukosuria, dan jika paparannya terus berlanjut dapat terjadi nefritis kronis.
·
Gangguan
terhadap sistem reproduksi
Logam berat
Pb dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi berupa keguguran,
kesakitan dan kematian janin. Logam berat Pb mempunyai efek racun terhadap
gamet dan dapat menyebabkan cacat kromosom
·
Gangguan
terhadap sistem hemopoitik
Keracunan
Pb dapat dapat menyebabkan terjadinya anemia akibat penurunan sintesis globin
walaupun tak tampak adanya penurunan kadar zat besi dalam serum. Anemia ringan
yang terjadi disertai dengan sedikit peningkatan kadar ALA ( Amino Levulinic
Acid) urine. Pada anak – anak juga terjadi peningkatan ALA dalam darah.
Efek dominan dari keracunan Pb pada sistem hemopoitik adalah peningkatan ekskresi
ALA dan CP (Coproporphyrine).
·
Gangguan
terhadap sistem syaraf
Efek
pencemaran Pb terhadap kerja otak lebih sensitif pada anak-anak dibandingkan
pada orang dewasa. Paparan menahun dengan Pb dapat menyebabkan lead
encephalopathy. Gambaran klinis yang timbul adalah rasa malas, gampang
tersinggung, sakit kepala, tremor, halusinasi, gampang lupa, sukar konsentrasi
dan menurunnya kecerdasan. Pada anak dengan kadar Pb darah (Pb-B) sebesar 40-80
μg/100 ml dapat timbul gejala gangguan hematologis, namun belum tampak adanya
gejala lead encephalopathy. Gejala yang timbul pada lead
encephalopathy antara lain adalah rasa cangung, mudah tersinggung, dan
penurunan pembentukan konsep. Apabila pada masa bayi sudah mulai terpapar oleh
Pb, maka pengaruhnya pada profil psikologis dan penampilan pendidikannya akan
tampak pada umur sekitar 5-15 tahun. Akan timbul gejala tidak spesifik berupa
hiperaktifitas atau gangguan psikologis jika terpapar Pb pada anak berusi 21
bulan sampai 18 tahun.
Sumber : www.fishyforum.com