RSS

BAHAYA KONTAMINASI Logam Berat Timbal ( Pb) pada Makanan



Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang secara langsung berperan meningkatkan kesehatan sehingga kita mampu melakukan kegiatan sehari-hari secara baik. Untuk itulah, higienitas dan keamanan makanan menjadi sangat penting agar tidak menimbulkan gangguan kesehatan.
Tetapi ironisnya, belakangan ini banyak jenis makanan yang beredar di masyarakat tidak terjamin lagi keamanannya. Khususnya karena terkontaminasi logam-logam berat seperti timbel (Pb), kadmium (Cd), atau merkuri (Hg). Padahal bila logam-logam tersebut masuk ke dalam tubuh lewat makanan, selain akan menganggu sistem syaraf, kelumpuhan, dan kematian dini, juga dapat menurunkan tingkat kecerdasan anak-anak.
SUMBER KONTAMINASI
Pencemaran udara dari asap kendaraan bermotor acapkali dituduh sebagai sumber kontaminasi timbel dalam makanan, selain kemasan, zat warna tekstil, dan limbah industri. Tuduhan ini bukan tak ada alasannya. Data yang dikeluarkan Bapedal DKI tahun 1998, kadar timbel yang melayang-layang di udara Jakarta rata-rata telah mencapai 0,5 mikrogram per m kubik udara. Untuk kawasan tertentu, seperti terminal bus dan daerah padat lalu lintas, kadar timbel bisa mencapai 2-8 mikrogram per meter kubik.
Pencemaran ini telah menyebabkan sayuran yang ditanam dekat jalan padat lalu lintas, mengandung timbel di atas ambang batas yang ditentukan oleh WHO. Yakni antara 15,5 ppm hingga 29,9 ppm (Rukaesih Ahmad, 1994). Padahal WHO memberi ambang batas hanya sampai 2 ppm. Demikian pula makanan jajanan di sekitar terminal bus tak terhindarkan lagi dari kontaminasi timbel.
Sumber lain adalah peralatan dapur, khususnya yang digunakan untuk memasak dan menyajikan makanan. Timbel yang terdapat pada lapisan gelas yang terbuat dari keramik Cina, porselen, atau tanah liat dapat larut oleh makanan yang bersifat asam. Air minum yang disalurkan lewat pipa timbel akan tinggi kandungan timbel yang terlarut dalam air tersebut. Demikian pula makanan kaleng akan tinggi kandungan timbelnya bila masih menggunakan teknologi pematrian dengan timbel (Pb).
Beberapa kertas kemasan dan non-kemasan (kertas koran dan majalah) yang sering digunakan untuk membungkus makanan terdeteksi mengandung timbel melebihi batas yang ditentukan.
BAHAN MAKANAN
Bagaimana dengan bahan makanan sendiri? Makanan yang mengandung kadar timbel yang tinggi adalah dari kelompok makanan kaleng, jeroan (hati, ginjal dari hasil ternak), ikan, dan kerang-kerangan. Sedangkan jenis makanan yang rendah kandungan timbelnya adalah susu sapi, buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian (kecuali jika ditanam di tepi jalan yang padat lalu lintasnya.Sayuran seperti ini kadar timbelnya bisa 10 kali lebih tinggi daripada di daerah pedesaan).
BAHAYA YANG DITIMBULKAN
Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya kontaminasi timbel pada lingkungan adalah pemakaian bensin bertimbel yang masih tinggi di Indonesia. Untuk mempermudah bensin premium terbakar, titik bakarnya harus diturunkan melalui peningkatan bilangan oktan dengan penambahan timbel dalam bentuk tetrail lead (TEL). Namun dalam proses pembakaran, timbel dilepas kembali bersama-sama sisa pembakaran lainnya ke udara dan siap masuk ke dalam sistem pernafasan manusia.
Perjalanannya dapat mengikuti alur rantai makanan (food chain), sementara timbel yang terlepas di lingkungan akan tersebar dan tertimbun (bioakumulasi) dalam matrik biologi dan kimia di tubuh inangnya. Seperti halnya kasus Minamata, ketika limbah pabrik kimia yang mengandung merkuri (Hg) milik Chisso, Co yang memproduksi plastik (PVC), dibuang ke Teluk Minamata di Jepang selama beberapa tahun sebelum 1953. Metilmerkuri masuk ke dalam tubuh fitoplankton yang kemudian dimakan zooplankton. Lalu zooplankton dimakan oleh ikan kecil yang menjadi mangsa ikan-ikan besar. Ikan-ikan inilah yang dimakan oleh keluarga nelayan di sekitar Teluk Minamata, sehingga terjadi wabah neurologis yang tidak menular.
Di dalam tubuh manusia, timbel memulai turnya melalui saluran pernapasan atau saluran pencernaan menuju sistem peredaran darah. Melalui peredaran darah menyebar ke berbagai jaringan lain seperti ginjal, hati, otak, syaraf, dan tulang. Keracunan timbel ini pada orang dewasa ditandai dengan gejala 3 P, yaitu pallor (pucat), pain (sakit), dan paralysis (kelumpuhan). Keracunan yang terjadi pun bisa bersifat kronik dan akut.
Pada keracunan kronik, awalnya tidak menyebabkan gangguan kesehatan yang tampak, tetapi makin lama efek toksik itu menumpuk hingga akhirnya terjadi gejala keracunan. Keracunan timbel kronik ditandai dengan depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, daya ingat terganggu, dan sulit tidur.
PENCEGAHAN
Untuk terhindar dari makanan yang terkontaminasi logam berat timbal, memang susah-susah gampang. Susahnya, banyak makanan jajanan seperti pisang goreng, tahu goreng, dan tempe goreng yang dibungkus dengan koran (karena pengetahuan yang kurang dari si penjual). Padahal bahan yang panas dan berlemak mempermudah berpindahnya timbel ke makanan tersebut. Gampangnya, jika membeli jajanan, usahakan jangan dibungkus dengan kertas tapi dengan bungkus daun pisang atau diletakkan di piring. Demikian pula peralatan masak. Hindari beberapa sumber timbel seperti peralatan masak dan makanan kaleng yang dipatri dengan timbel. Bentuk pencegahan yang lain adalah membiasakan keluarga untuk mengkonsumsi makanan mengandung serat tinggi. Buah-buahan, sayuran, bawang, dan kacang-kacangan, adalah beberapa di antaranya. Serat makanan bahan tadi, seperti pektin, lignin, dan beberapa hemiselulosa dari polisakarida lain yang larut dalam air, vitamin C, serta bioflavanoid dapat menetralkan timbel dan mengurangi penyerapan logam berat melalui sistem pencernaan kita.
Yang paling penting adalah menggantungkan harapan kepada pemerintah untuk mengganti bensin bertimbel dengan bensin tanpa timbel. Meski biaya untuk keperluan modifikasi ini sangat mahal, tapi keuntungan yang diperoleh jauh lebih besar. Alangkah nyaman dan indahnya masa depan kita (terutama anak-anak kita )kalau kualitas udara di kota-kota besar, steril dari cemaran timbal yang pada gilirannya mendukung terbentuknya kecerdasan intelektual anak sejak dini

EFEK TIMBAL TERHADAP KESEHATAN
Penimbunan zat-zat kimia (Chemical Storage) dalam jaringan/organ tubuh dapat terjadi di jaringan atau organ dimana efek zat – zat kimia akan terlihat. Pada kasus timah hitam (Pb) dalam tubuh akan ditimbun dalam tulang tetapi manifestasi efek toksiknya akan terlihat pada jaringan – jaringan lunak (syaraf, ginjal, dan lain- lain). Salah satu storage depot yang penting adalah jaringan lemak (Adipose Tissue).
Pada jaringan atau organ tubuh logam Pb akan terakumulasi pada tulang. Karena dalam bentuk ion Pb2+, logam ini mampu menggantikan keberadaan ion Ca2+ (kalsium) yang terdapat pada jaringan tulang. Disamping itu pada wanita hamil logam Pb dapat dapat melewati plasenta dan kemudian akan ikut masuk dalam sistem peredaran darah janin dan selanjutnya setelah bayi lahir Pb akan dikeluarkan bersama air susu. Meskipun jumlah Pb yang diserap oleh tubuh hanya sedikit ternyata logam Pb ini sangat berbahaya. Hal itu disebabkan senyawa-senyawa Pb dapat memberikan efek racun terhadap berbagai macam fungsi organ tubuh.
Pb sebagai gas buang kendaraan bermotor dapat membahayakan kesehatan dan merusak lingkungan. Pb yang terhirup oleh manusia setiap hari akan diserap, disimpan dan kemudian ditampung dalam darah. Bentuk kimia Pb merupakan faktor penting yang mempengaruhi sifat-sifat Pb di dalam tubuh. Komponen Pb organik misalnya tetraethil Pb segara dapat terabsorbsi oleh tubuh melalui kulit dan membran mukosa. Pb organik diabsorbsi terutama melalui saluran pencernaan dan pernafasan dan merupakan sumber Pb utama di dalam tubuh. Tidak semua Pb yang terisap atau tertelan ke dalam tubuh akan tertinggal di dalam tubuh. Kira-kira 5-10 % dari jumlah yang tertelan akan diabsorbsi melalui saluran pencernaan, dan kira-kira 30 % dari jumlah yang terisap melalui hidung akan diabsorbsi melalui saluran pernafasan akan tinggal di dalam tubuh karena dipengaruhi oleh ukuran partikel-partikelnya.
Dampak dari timbal sendiri sangat mengerikan bagi manusia, utamanya bagi anak-anak. Di antaranya adalah mempengaruhi fungsi kognitif, kemampuan belajar, memendekkan tinggi badan, penurunan fungsi pendengaran, mempengaruhi perilaku dan intelejensia, merusak fungsi organ tubuh, seperti ginjal, sistem syaraf, dan reproduksi, meningkatkan tekanan darah dan mempengaruhi perkembangan otak. Dapat pula menimbulkan anemia dan bagi wanita hamil yang terpajan timbal akan mengenai anak yang disusuinya dan terakumulasi dalam ASI.
Paparan bahan tercemar Pb dapat menyebabkan gangguan pada organ sebagai berikut :
·         Gangguan neurologi
            Gangguan neurologi (susunan syaraf) akibat tercemar oleh Pb dapat berupa encephalopathy, ataxia, stupor dan coma. Pada anak-anak dapat menimbulkan kejang tubuh dan neuropathy perifer.
·         Gangguan terhadap fungsi ginjal
            Logam berat Pb dapat menyebabkan tidak berfungsinya tubulus renal, nephropati irreversible, sclerosis va skuler, sel tubulus atropi, fibrosis dan sclerosis glumerolus. Akibatnya dapat menimbulkan aminoaciduria dan glukosuria, dan jika paparannya terus berlanjut dapat terjadi nefritis kronis.
·         Gangguan terhadap sistem reproduksi
            Logam berat Pb dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi berupa keguguran, kesakitan dan kematian janin. Logam berat Pb mempunyai efek racun terhadap gamet dan dapat menyebabkan cacat kromosom
·         Gangguan terhadap sistem hemopoitik
            Keracunan Pb dapat dapat menyebabkan terjadinya anemia akibat penurunan sintesis globin walaupun tak tampak adanya penurunan kadar zat besi dalam serum. Anemia ringan yang terjadi disertai dengan sedikit peningkatan kadar ALA ( Amino Levulinic Acid) urine. Pada anak – anak juga terjadi peningkatan ALA dalam darah. Efek dominan dari keracunan Pb pada sistem hemopoitik adalah peningkatan ekskresi ALA dan CP (Coproporphyrine).
·         Gangguan terhadap sistem syaraf
            Efek pencemaran Pb terhadap kerja otak lebih sensitif pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa. Paparan menahun dengan Pb dapat menyebabkan lead encephalopathy. Gambaran klinis yang timbul adalah rasa malas, gampang tersinggung, sakit kepala, tremor, halusinasi, gampang lupa, sukar konsentrasi dan menurunnya kecerdasan. Pada anak dengan kadar Pb darah (Pb-B) sebesar 40-80 μg/100 ml dapat timbul gejala gangguan hematologis, namun belum tampak adanya gejala lead encephalopathy. Gejala yang timbul pada lead encephalopathy antara lain adalah rasa cangung, mudah tersinggung, dan penurunan pembentukan konsep. Apabila pada masa bayi sudah mulai terpapar oleh Pb, maka pengaruhnya pada profil psikologis dan penampilan pendidikannya akan tampak pada umur sekitar 5-15 tahun. Akan timbul gejala tidak spesifik berupa hiperaktifitas atau gangguan psikologis jika terpapar Pb pada anak berusi 21 bulan sampai 18 tahun.


Sumber : www.fishyforum.com


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Perancangan Industri Pemurnian Minyak Goreng Bekas Skala Usaha Kecil


A.     Produk Minyak Goreng Reprosesing
Minyak goreng reposesing merupakan minyak goreng bekas yang telah dimurnikan sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku produk. Tujuan utama pemurnian limbah minyak goreng ini adalah menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang kurang menarik dan memperpanjang daya simpan sebelum digunakan kembali (Wijana dkk, 2005). Menurut Astuti (2003) minyak goreng bekas yang telah mengalami reprosesing memiliki kualitas yang mendekati SNI, hal ini dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Penelitian Skala Laboratorium
Parameter
Hasil Penelitian Terdahulu
SNI
Bilangan peroksida (meq/kg)
1,044
Maks. 2
Asam lemak bebas (%)
0,115
Maks. 0,3
Kadar air (%)
0,097
Maks. 0,3





Sumber : Astuti (2003)
Sedangkan hasil penelitian penggandaan skala terhadap proses pemurnian minyak goreng bekas yang dilakukan penulis, mendapatkan hasil produk yang mendekati SNI, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Penelitian Skala Penggandaan
Parameter
Hasil Penelitian Terdahulu
SNI
Bilangan peroksida (meq/kg)
1,199
Maks. 2
Asam lemak bebas (%)
0,198
Maks. 0,3
Kadar air (%)
0,102
Maks. 0,3

B.     Potensi Pasar
Segmentasi pasar dari produk minyak goreng reprosesing adalah industri yang memanfaatkan CPO untuk keperluan non-pangan. Presentase penggunaan CPO nasional masih lebih banyak untuk diekspor, hal ini dapat dilihat pada tabel 3 :
Tabel 3. Penggunaan CPO Nasional
Penggunaan
Persentase
Ekspor
52 %
Cooking oil industri
37 %
Margarine industri
3 %
Soap industri
3 %
Oleo chemical industry
5 %

Konsumsi CPO Indonesia pada tahun 2003 - 2006 adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Konsumsi CPO Domestik
Tahun
Produksi CPO (juta ton)
2003
9,9
2004
10,2
2005
13,3
2006
13,8
Sumber : (Siagian, 2007)
Data tabel 4. dapat dijadikan acuan untuk menghitung berapa besar konsumsi CPO non-pangan. Jika besar prosentase kegunaan CPO domestik untuk diolah menjadi produk non-pangan hanya 8% dari kebutuhan CPO nasional, maka konsumsi CPO non-pangan dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Konsumsi CPO Domestik Non- Pangan
Tahun
Produksi CPO (juta ton)
Non-pangan (juta ton)
2003
9,9
0,79
2004
10,2
0,82
2005
13,3
1,06
2006
13,8
1,10

Metode yang digunakan untuk memproyeksi kebutuhan pasar pada tahun-tahun mendatang adalah metode trend. Menurut Husnan dan Suwarsono (1999), metode trend digunakan jika data masa lalu yang tersedia cenderung mengalami kenaikan dan penurunan yang merupakan garis lurus. Grafik konsumsi CPO domestik untuk non-pangan dilihat pada gambar .
Gambar  Grafik Konsumsi CPO Domestik Non – Pangan
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa trend untuk konsumsi CPO non-pangan cenderung meningkat dan merupakan garis lurus, sehingga metode yang tepat adalah metode trend linear. Hasil perhitungan trend linear untuk mendapatkan nilai ramalan jumlah konsumsi CPO domestik di tahun tahun mendatang dapat dilihat pada Lampiran 4, sedangkan jumlahnya dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Proyeksi Kebutuhan CPO Domestik Non- Pangan
Tahun
Konsumsi CPO non-pangan (juta ton)
2007
1,27
2008
1,41
2009
1,55
2010
1,69

Dari tabel 6. dapat disimpulkan bahwa proyeksi permintaan ataukonsumsi CPO domestik non-pangan akan terus meningkat. Hal ini dikarenakan pemerintah juga berupaya untuk mengembangkan industri biodiesel (Anonymous, 2007). Pada tahun 2007 saja nilai proyek konsumsi CPO domestik non-pangan mencapai angka 1,27 juta ton.
Potensi Bahan Baku
Industri dapat bekerja dengan lancar jika didukung dengan bahan baku, bahan tambahan, dan bahan pendukung operasi pabrik dalam jumlah tertentu. Bahan-bahan tersebut harus dapat memenuhi standar syarat teknis produksi yang ditentukan seperti jumlah yang cukup setiap diperlukan. Tersedianya bahan baku tambahan secara kontinyu dengan harga ekonomis merupakan salah satu pendukung agar unit pengolahan yang direncanakan dapat beroperasi dengan teratur.
a.       Bahan Baku Utama
Pada unit pengolahan ini bahan baku utama adalah minyak goreng bekas yang didapatkan dari sejumlah restoran dan rumah makan di Magelang. Jika satu restoran / rumah makan mengkonsumsi 30 kg minyak goreng dalam sehari, total potensi bahan baku minyak goreng bekas dalam sehari sebesar 1.530 kg atau 38,25 ton minyak goreng bekas per bulan. Pada umumnya minyak goreng bekas telah mengalami kerusakan kandungan didalamnya karena telah mengalami proses penggorengan yang berulang-ulang. Tabel 7. menunjukkan kondisi minyak goreng bekas dibandingkan dengan SNI.
Tabel 7. Kandungan Minyak Goreng Bekas
Parameter
Nilai
SNI
Bilangan peroksida (meq/kg)
3,86
Maks. 2
Asam lemak bebas (%)
1,86
Maks. 0,3
Kadar air (%)
0,83
Maks. 0,3
Sumber: Astuti (2003)
b.      Bahan Pembantu
Bahan pembantu adalah bahan yang digunakan untuk melengkapi bahan baku sehingga akan diperoleh produk yang sesuai dengan kualitas dan spesifikasi yang diinginkan. Kebutuhan bahan pembantu ini disesuaikan dengan formulasi terbaik dan paling optimal. Pembelian bahan pembantu dilakukan setiap 1 bulan. Pada pemurnian minyak goreng bekas, bahan pembantu yang diperlukan antara lain air, dan kaustik soda (NaOH).
1.      Air
Air yang digunakan sebagai bahan tambahan adalah air bersih dan jernih. Penambahan air dilakukan pada tahapan proses despicing, air berguna untuk menghilangkan partikel halus tersuspensi atau berbentuk koloid seperti protein, karbohidrat, garam, gula dan bumbu rempah-rempah yang digunakan menggoreng bahan pangan tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak (Wijana, dkk, 2005). Menurut Astuti (2003), air yang ditambahkan pada pemurnian minyak goreng bekas adalah sejumlah minyak goreng bekas yang diolah (minyak ; air = 1:1). Minyak goreng yang dimurnikan setiap hari sebanyak 160 kg, oleh karena itu jumlah air yang diperlukan adalah 160 kg per hari atau 4 ton per bulan.
2.      NaOH
NaOH merupakan salah satu dari dua kaustik yang dapat digunakan dalam netralisasi minyak goreng bekas selain bahan lain berupa KOH. NaOH dibagi dalam 2 tipe yaitu NaOH untuk analisis dan NaOH untuk teknis, perbedaannya keduanya yaitu pada tujuan penggunaan dan harga. NaOH yang digunakan pada proses ini adalah NaOH untuk teknis.
Penambahan NaOH pada tahapan proses netralisasi berguna untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan bas atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (Ketaren, 1986). Sebelum menentukan jumlah NaOH maka harus ditentukan terlebih dahulu % kadar asam lemak bebas memakai rumus (lihat Lampiran 1). Setelah diketahui nilai % FFA kemudian dikonversi menjadi berapa gram NaOH padat yang dapat dibuat larutan NaOH 4N. tahapan penghitungan % FFA dilakukan secara terpisah terhadap masing-masing jalur produksi. Penambahan NaOH padatan pada umumnya sekitar 36 gram pada tiap jalur produksi atau sejumlah 14 gram per hari.
c.       Bahan Pengemas
Bahan pengemas yang digunakan yaitu jerigen plastik kapasitas 30 liter sebanyak 12 buah dan drum (100 liter) sejumlah 2 buah. Jerigen plastik dipakai untuk mengambil bahan baku dari hotel, sedangkan drum dipakai untuk menampung minyak goreng yang telah mengalami pemurnian.
C.     Penentuan Kapasitas Produksi
Menurut Umar (2003), aktivitas produksi hendaknya direncanakan dengan baik agar jumlah produksi yang dihasilkan tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit. Terdapat beberapa faktor utama yang mempengaruhi perencanaan jumlah produksi perusahaan, yaitu permintaan konsumen, kapasitas pabrik, suplai bahan baku, modal kerja, dan peraturan pemerintah dan ketentuan teknis lainnya.
Kapasitas produksi suatu pabrik dapat ditentukan dengan empat pendekatan. Pendekatan pertama adalah dengan memperkirakan tingkat permintaan potensial ketersediaan bahan bakunya. Pendekatan ketiga yaitu memperhitungkan kemampuan mesin dan peralatan. Pendekatan ketiga yaitu ketersediaan modal. Pendekatan yang digunakan tergantung pada data yang tersedia (Husnan dan Suwarsono, 1999).
Berdasarkan potensi bahan baku minyak goreng bekas sangat besar yaitu 38,25 ton minyak goreng bekas per bulan. Begitu juga dengan potensi pasar CPO non-pangan untuk pasar domestik yaitu 1,27 juta ton di tahun 2007. Akan tetapi, ketersediaan modal usaha yang masih terbatas (skala usaha kecil) maka kapasitas produksi yang direncanakan sebesar 200 liter minyak goreng bekas setiap hari.
Rancangan Teknologi Proses Produksi
Teknologi proses pemurnian minyak goreng bekas yang dipakai merujuk pada penelitian skala laboratorium yang dilakukan oleh Astuti (2003) (lihat Gambar 2) serta penelitian peningkatan skala produksi pemurnian minyak goreng bekas yang dilakukan penulis, dimana diagram alirnya dapat dilihat pada gambar berikut
Menurut Gitosudarmo (1991), pengawasan terhadap tipe proses produksi kontinyu titik beratnya adalah menjaga kelancaran arus produksi. Kelancaran arus produksi akan dapat dijaga apabila terdapat kesesuaian kapasitas dari mesin satu dengan mesin pada proses berikutnya. Unit produksi ini menggunakan 4 jalur produksi, setiap jalur produksi terdiri atas seperangkat mesin dan peralatan yang digunakan untuk memproduksi minyak goreng reprosesing. Pada perencanaan jadwal produksi direncanakan dalam satu hari dilakukan pemurnian minyak goreng bekas sebanyak 1 kali siklus produksi. Setiap jalur produksi membutuhkan bahan baku minyak goreng bekas 40 kg sehingga minyak goreng bekas yang dibutuhkan dalam satu hari sebesar 160 kg yaitu dari hasil 4 jalur produksi x1 kali siklus produksi x 40 kg. Minyak goreng reprosesing yang dihasilkan oleh satu jalur produksi sebanyak 34.85 kg sehingga dalam satu kali proses dihasilkan 139,4 kg dari 4 jalur produksi. Jadi dalam satu hari dihasilkan minyak goreng reprosesing sebanyak 139,4 kg atau sekitar 124,5 liter.
Proses pemurnian minyak goreng bekas dalam industri kecil ini terdiri dari beberapa tahapan proses yaitu penyaringan, despicing, dan netralisasi. Setiap tahapan proses diuraikan sebagai berikut:
1.      Persiapan
Persiapan yang dilakukan meliputi pengambilan minyak goreng bekas dari gudang dan penimbangan. Selain itu juga dilakukan pengecekan terhadap kondisi mesin dan peralatan yang akan digunakan. Persiapan memerlukan waktu 15 menit.
2.      Pemasakan I
Pemasakan I membutuhkan air sebanyak sama dengan jumlah minyak yang diolah di setiap proses produksi yaitu sebesar 40 kg (air minyak = 1: 1). Minyak dan air dicampur dan dimasak pada tangki pemasakan dengan suhu 100ºC selama 4 jam (sampai air sisa setengah dari jumlah awal).
3.      Pengendapan dan Pemisahan
Setelah dimasak kemudian minyak diendapkan untuk didinginkan dan memisahkan fraksi air yang masih bercampur dengan minyak. Kemudian minyak dipisahkan dengan cara membuat air sedikit demi sedikit dengan membuka kran yang ada di bawah tangki pemasakan lalu kran ditutup kembali sampai air habis. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 75 menit, pada setiap jalur produksi.
4.      Pemasakan II
Pemasakan I disebut proses despicing , sedangkan pemasakan II disebut proses netralisasi. Pada proses ini minyak goreng bekas sebelum dimasukkan dalam tangki pemasakan, dihitung dulu kadar asam lemak bebasnya dengan rumus % FFA (lihat Lampiran3), hal ini perlu dilakukan untuk dapat menentukan jumlah laruran NaOH 4N yang harus ditambahkan pada minyak goreng bekas hasil despicing. Setelah dihitung kadar asam lemak bebasnya, didapatkan jumlah gram NaOH padatan yang ditambahkan sebanyak 36 gram tiap jalur produksi, jika dijadikan larutan NaOH 4N maka yang harus ditambah larutan NaOH kedalam tangki pemasakan, kemudian dimasak pada suhu 80ºC selama 90 menit. Pemasakan berhenti setelah terbentuk gumpalan sabun diatas minyak. Proses netralisasi berlangsung selama 2 jam hingga suhu mencapai minyak. Proses netralisasi berlangsung selama 2 jam hingga suhu mencapai 100ºC.
5.      Pengendapan dan Penyaringan
Pengendapan bertujuan untuk mendinginkan minyak selama beberapa saat, dan memisahkan minyak dengan sabun yang terbentuk, kemudian minyak goreng bekas disaring dengan saringan. Proses ini membutuhkan waktu selama 45 menit.
Pemilihan Mesin dan Peralatan
Mesin dan peralatan merupakan alat bantu yang sangat dibutuhkan oleh suatu industri/pabrik untuk menjalankan aktivitasnya terutama dalam proses produksi. Tersedianya mesin dan peralatan yang memadai akan membantu kerja manusia khususnya membantu kelancaran dan keberhasilan proses produksi.
Menurut Husnan dan Suwarsono (1994), patokan umum yang dapat digunakan dalam pemilihan jenis teknologi adalah seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang diharapkan. Selain itu terdapat kriteria yang lain, yaitu:
·         Ketepatan jenis teknologi yang dipilih dengan bahan mentah yang digunakan
·         Keberhasilan penggunaan jenis teknologi tersebut ditempat lain yang memiliki ciri-ciri yang mendekati dengan lokasi proyek.
·         Kemampuan pengetahuan penduduk (tenaga kerja) setempat
Gambar  Flow Sheet Massa Proses Pemurnian Minyak Goreng Bekas pada 1 jalur Produksi
Dari pertimbangan kualitatif diatas, spesifikasi mesin dan peralatan yang dipilih haruslah yang mendukung teknologi pembuatan minyak goreng reprosesing. Untuk memilih mesin dan peralatan ini, saran dan pertimbangan dari pihak ahli juga diperlukan dan disertai perhitungan kasar seperti kemampuan pendanaan, biaya produksi, dan kondisi-kondisi lainnya. Pemilihan mesin dan peralatan produksi disesuaikan dengan kapasitas produksi yang diinginkan. Mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi pemurnian minyak goreng bekas dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Jenis Mesin dan Peralatan yang Digunakan
No.
Mesin/peralatan
Fungsi
Jumlah kapasitas
1.
Jerigen besar
Menampung minyak goreng bekas
1230 L
2.
Tangki pemasakan dilengkapi kompor gas
Memasak minyak goreng bekas
4100 kg
3.
Ember plastik
Menmpung minyak goreng sebelum dan sesudah diolah
450 kg
4.
Timbangan besar
Menimbang minyak goreng bekas
1150 kg
5.
Saringan dari kain saring
Menyaring minyak goreng bekas
48
6.
Drum (100 L)
Menampung produk minyak goreng reprosesing
2

Penentuan mesin dan peralatan ditentukan dengan cermat sesuai dengan penggunaannya agar mempunyai kapasitas produksi berimbang dan demi tercapainya efisiensi arus produksi. Efisiensi mesin dan tenaga kerja sangat penting dilakukan untuk menghindari adanya penimbunan bahan-bahan produksi dalam proses produksi.
Perhitungan Kebutuhan Utilitas
Utilitas adalah bagian yang sangat penting untuk kelancaran proses produksi karena utilitas merupakan penunjang beroperasinya mesin atau peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan bahan baku menjadi produk dalam suatu pabrik. Utilitas yang diperlukan dalam proses pembuatan minyak goreng reprosesing adalah air, listrik, dan LPG.
a.       Listrik
Sumber listrik bagi unit pengolahan pemurnian minyak goreng bekas berasal dari PLN. Listrik dibutuhkan untuk penerangan. Total kebutuhan listrik per hari adalah 0,756 Kwh.
b.      Air
Air dibutuhkan pada proses pemasakan I atau proses despicing. Kebutuhan air per hari untuk unit pemurnian minyak goreng bekas adalah 0,15 m3. sumber air diperoleh dari PDAM.
c.       Bahan bakar
Bahan bakar yang dipakai adalah LPG dan Bensin. LPG dipakai untuk proses pemasakan dan bensin dipakai untuk bahan bakar sepeda motor. Perincian kebutuhan LPG sebesar 4,8 kg per hari dan 5 liter bensin per hari.
Tabel 9. Kebutuhan Utilitas
Jenis utilitas
Jumlah pemakaian/bulan
Biaya pemakaian/bulan (Rp)
Air
3,70 m3
6.290
Listrik
18,9 Kwh
8.788,5
LPG
120 kg
550.000
Bensin
125 L
562.500
Total

1.127.578,5

Aspek Finansial
Analisis finansial ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan unit produksi pemurnian minyak goreng bekas,. Analisis finansial ini meliputi analisis kebutuhan modal, biaya operasional, analisis Break Even Point (BEP), dan perhitungan rugi laba. Analisis finansial pendirian unit produksi pemurnian minyak goreng bekas dilakukan dengan menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut:
·         Kapasitas produksi tetap selama umur ekonomis proyek, dengan kapasitas per hari sebesar 80% dari 200 kg (kapasitas direncanakan), yaitu sebesar 160 kg per hari atau 40 kg disetiap jalur produksi
·         Usia guna proyek 5 tahun
·         Harga dan biaya perhitungan kelayakan finansial adalah yang berlaku pada saat perhitungan (Agustus 2007).
·         Modal yang digunakan berasal dari milik pribadi dan pinjaman dari bank
·         Bahan baku, bahan pembantu, dan bahan pengemas tersedia secara kontinyu sepanjang tahun.
·         Permintaan produk stabil, produk terjual habis setiap akhir tahun dan selama umur proyek.
·         Harga pokok produksi dan harga jual produk naik secara proporsional setiap tahun sesuai kenaikan komponen biaya tetap dan biaya variabel berdasarkan tingkat inflasi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada bulan Agustus tahun 2007 sebesar 6,5% dan diasumsikan tetap selama proses pengujian.
·         Pabrik bekerja selama 25 hari per bulan
·         Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus (Straight Line Method)
·         Suku bunga yang dipakai adalah suku bunga deposito Bank Mandiri bulan Januari 2013 sebesar 10%.
·         Pajak penghasilan dihitung berdasarkan Undang-Undang Perpajakan Pasal 17 No. 17 tahun 2000 yaitu penghasilan antara 0 - 25 juta dikenakan pajak 5%, penghasilan antara 25-50 juta dikenakan pajak 10%, penghasilan antara 50-100 juta dikenakan pajak 15%, penghasilan antara 100-200 juta dikenakan pajak 25%, dan penghasilan diatas 200 juta dikenakan pajak 35%.
Kebutuhan Modal
Kebutuhan modal meliputi investasi tetap dan modal kerja. Kebutuhan dana untuk investasi tetap meliputi biaya persiapan, tanah dan bangunan, mesin dan peralatan, dan biaya tak terduga sebesar 5%. Modal tetap yang dikeluarkan sebesar Rp. 52,048,500.00.
Modal kerja adalah pengeluaran untuk membiayai keperluan operasi dan produksi pada waktu proyek pertama kali dimulai. Kebutuhan dana modal kerja terdiri dari upah tenaga kerja langsung, biaya bahan baku utama, biaya bahan pembantu, biaya bahan pengemas, biaya utilitas, biaya pemeliharaan alat dan bangunan. Modal kerja dalam rencana pendirian unit pengolahan pemurnian minyak goreng bekas ini dihitung untuk jangka waktu 3 bulan operasi perusahaan sebesar Rp. 20,933,610.50. Dengan demikian total modal yang diperlukan sebesar Rp. 72,982,110.50 kebutuhan modal ini dibiayai dengan meminjam di bank dan milik pribadi.
Biaya Operasional
Biaya operasional yang dianalisis meliputi biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tetap dan tidak tergantung volume produksi. Biaya tetap yang dikeluarkan terdiri dari biaya pemeliharaan alat dan bangunan, depresiasi, biaya beban utilitas, pajak bumi dan bangunan, biaya administrasi, dan biaya transportasi . pada perencanaan ini, biaya tetap dihitung setiap tahun karena memperhitungkan nilai inflasi. Biaya tetap yang dikeluarkan selama setahun pertama sebesar Rp. 27,446,250.00. Biaya tidak tetap atau biaya variabel adalah biaya yang bervariasi langsung secara proporsional dengan perubahan volume produksi. Biaya ini meliputi upah tenaga kerja operasional, biaya bahan baku utama, bahan pembantu, bahan pengemas, dan biaya utilitas. Besarnya biaya variabel pada tahun pertama dapat dilihat adalah Rp. 73,444,942.00.. Dengan demikian total biaya operasional pada tahun pertama sebesar Rp. 100,891,192.00.
Penetapan harga Jual dan Analisis Break Even Point (BEP)
Untuk menghadapi pesaing, perusahaan menetapkan harga yang kompetitif. Setiap minyak goreng reprosesing memiliki harga pokok penjualan (HPP) sebesar Rp. 2.700,00 per liter dan ditawarkan dengan harga jual sebesar Rp. 4.100,00 per liter. Harga jual ini bila dibandingkan dengan harga CPO domestik pada kuartal pertama 2007 yang bernilai sekitar Rp. 4.500,00 - Rp. 5.500,00 per kg (Anonymous, 2007b) memang lebih murah. Begitu pula jika harga ini dibandingkan dengan harga minyak solar bersubsidi yang bernilai Rp. 4.300,00 per liter atau jika dibandingkan dengan harga minyak solar industri (pertengahan November 2007) yang bernilai Rp. 5.600,00 per liter (Anonymous, 2007c). Nilai BEP unit sebesar 13074.81674 liter dan BEP rupiah sebesar Rp. 52,959,804.31. Nilai tersebut menunjukkan titik impas yang merupakan volume penjualan minimum dimana perusahaan tidak menderita rugi tetapi juga tidak memperoleh laba.
Perhitungan Rugi Laba
Laporan rugi laba menggambarkan hasil usaha (seluruh penerimaan dikurangi biaya) perusahaan dalam satu periode. Nilai keuntungan yang diterima pada tahun pertama sebesar Rp. 18.493.900.20. Hasil perhitungan laporan rugi laba selama umur ekonomi proyek menunjukkan bahwa pendapatan setelah pajak (EAT) bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan selalu mendapatkan keuntungan setiap tahunnya.
Tabel 10. Analisis Finansial
Indikator
Jumlah (Rp)
Modal tetap
52.048.500
Modal kerja 3 bulan
20.933.610
Total modal
72.982.110
Biaya tetap
27.446.250
Biaya tidak tetap
73.444.942
Total biaya
100.891.192

Analisis Kelayakan Investasi
Payback Period (PP)
PP merupakan perhitungan atau penentuan jangka waktu yang dibutuhkan untuk menutup initial investment dari proyek dengan menggunakan cash inflow yang dihasilkan. PP yang dihasilkan untuk perancangan unit pengolahan pemurnian minyak goreng bekas adalah 1 tahun 11 Bulan 13 hari. Jangka waktu PP yang lebih kecil dari umur proyek (5 tahun) menunjukkan bahwa proyek ini jika diusahakan maka tingkat pengembalian modalnya berjalan lebih cepat dibanding umur proyek tersebut.
Net Present Value (NPV)
Nilai suku bunga (i) yang digunakan adalah suku bunga deposito Bank Mandiri sebesar 10%. Perhitungan NPV dapat dilihat pada Lampiran 15. Nilai NPV yang diperoleh sebesar Rp. 80,299,699.03. NPV tersebut bernilai positif yang menunjukkan proyek ini layak untuk diusahakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suratman (2001) yang menyatakan bahwa jika NPV bernilai positif maka proyek investasi dinyatakan layak sedangkan jika bernilai negatif dinyatakan tidak layak.
Profitbility Index (PI)
Analisis PI digunakan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh tiap satu satuan investasi. Perhitungan dilakukan dengan cara membandingkan nilai sekarang penerimaan kas bersih di masa datang dengan nilai sekarang investasi. Syarat yang harus dipenuhi pada perhitungan PI adalah PI>1 agar usulan usaha dinyatakan layak. Nilai PI yang didapatkan sebesar 2,10 Nilai yang didapatkan lebih dari satu yang menunjukkan bahwa perancangan unit pengolahan pemurnian minyak goreng bekas layak untuk diusahakan.
Index Rate of Return (IRR)
Analisis IRR digunakan untuk mengetahui apakah suatu proyek layak atau tidak. Syarat yang harus dipenuhi agar suatu proyek dikatakan layak ialah apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat bunga yang digunakan pada perhitungan analisa investasi atau harus lebih besar dari 10% pada kasus ini. Nilai IRR yang didapatkan sebesar 48%. Nilai yang didapatkan menunjukkan bahwa perancangan unit pengolahan pemurnian minyak goreng bekas layak untuk diusahakan. Investasi modal pada unit usaha ini akan menghasilkan keuntungan lebih banyak dibandingkan jika mendepositokn modal tersebut di bank.
Tabel 11. Analisa Kelayakan Investasi
Indikator
Nilai
Keterangan
PP
1 tahun 11 bulan 13 hari
Jangka waktu PP yang kurang dari umur proyek (5 tahun) menunjukkn bahwa proyek ini layak dan cepat tingkat pengembalian modalnya
NPV
Rp. 80.299.699,03
NVP tersebut bernilai positif yang menunjukkan proyek ini layak untuk diusahakan karena menguntungkan
PI
2,10
PI>1 maka proyek ini layak diusahakan
IRR
48 %
IRR lebih besar dari tingkat bunga yang digunakan maka proyek ini layak diusahakan, serta investasi modal yang ditanamkan akan menghasilkan keuntungan lebih besar



DAFTAR PUSTAKA
http://elibrary.ub.ac.id/bitstream/123456789/24277/1/Pra-Perancangan-Industri-Pemurnian-Minyak-Goreng-Bekas-Skala-Usaha-Kecil.pdf

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS