RSS

Perancangan Industri Pemurnian Minyak Goreng Bekas Skala Usaha Kecil


A.     Produk Minyak Goreng Reprosesing
Minyak goreng reposesing merupakan minyak goreng bekas yang telah dimurnikan sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku produk. Tujuan utama pemurnian limbah minyak goreng ini adalah menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang kurang menarik dan memperpanjang daya simpan sebelum digunakan kembali (Wijana dkk, 2005). Menurut Astuti (2003) minyak goreng bekas yang telah mengalami reprosesing memiliki kualitas yang mendekati SNI, hal ini dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Penelitian Skala Laboratorium
Parameter
Hasil Penelitian Terdahulu
SNI
Bilangan peroksida (meq/kg)
1,044
Maks. 2
Asam lemak bebas (%)
0,115
Maks. 0,3
Kadar air (%)
0,097
Maks. 0,3





Sumber : Astuti (2003)
Sedangkan hasil penelitian penggandaan skala terhadap proses pemurnian minyak goreng bekas yang dilakukan penulis, mendapatkan hasil produk yang mendekati SNI, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Penelitian Skala Penggandaan
Parameter
Hasil Penelitian Terdahulu
SNI
Bilangan peroksida (meq/kg)
1,199
Maks. 2
Asam lemak bebas (%)
0,198
Maks. 0,3
Kadar air (%)
0,102
Maks. 0,3

B.     Potensi Pasar
Segmentasi pasar dari produk minyak goreng reprosesing adalah industri yang memanfaatkan CPO untuk keperluan non-pangan. Presentase penggunaan CPO nasional masih lebih banyak untuk diekspor, hal ini dapat dilihat pada tabel 3 :
Tabel 3. Penggunaan CPO Nasional
Penggunaan
Persentase
Ekspor
52 %
Cooking oil industri
37 %
Margarine industri
3 %
Soap industri
3 %
Oleo chemical industry
5 %

Konsumsi CPO Indonesia pada tahun 2003 - 2006 adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Konsumsi CPO Domestik
Tahun
Produksi CPO (juta ton)
2003
9,9
2004
10,2
2005
13,3
2006
13,8
Sumber : (Siagian, 2007)
Data tabel 4. dapat dijadikan acuan untuk menghitung berapa besar konsumsi CPO non-pangan. Jika besar prosentase kegunaan CPO domestik untuk diolah menjadi produk non-pangan hanya 8% dari kebutuhan CPO nasional, maka konsumsi CPO non-pangan dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Konsumsi CPO Domestik Non- Pangan
Tahun
Produksi CPO (juta ton)
Non-pangan (juta ton)
2003
9,9
0,79
2004
10,2
0,82
2005
13,3
1,06
2006
13,8
1,10

Metode yang digunakan untuk memproyeksi kebutuhan pasar pada tahun-tahun mendatang adalah metode trend. Menurut Husnan dan Suwarsono (1999), metode trend digunakan jika data masa lalu yang tersedia cenderung mengalami kenaikan dan penurunan yang merupakan garis lurus. Grafik konsumsi CPO domestik untuk non-pangan dilihat pada gambar .
Gambar  Grafik Konsumsi CPO Domestik Non – Pangan
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa trend untuk konsumsi CPO non-pangan cenderung meningkat dan merupakan garis lurus, sehingga metode yang tepat adalah metode trend linear. Hasil perhitungan trend linear untuk mendapatkan nilai ramalan jumlah konsumsi CPO domestik di tahun tahun mendatang dapat dilihat pada Lampiran 4, sedangkan jumlahnya dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Proyeksi Kebutuhan CPO Domestik Non- Pangan
Tahun
Konsumsi CPO non-pangan (juta ton)
2007
1,27
2008
1,41
2009
1,55
2010
1,69

Dari tabel 6. dapat disimpulkan bahwa proyeksi permintaan ataukonsumsi CPO domestik non-pangan akan terus meningkat. Hal ini dikarenakan pemerintah juga berupaya untuk mengembangkan industri biodiesel (Anonymous, 2007). Pada tahun 2007 saja nilai proyek konsumsi CPO domestik non-pangan mencapai angka 1,27 juta ton.
Potensi Bahan Baku
Industri dapat bekerja dengan lancar jika didukung dengan bahan baku, bahan tambahan, dan bahan pendukung operasi pabrik dalam jumlah tertentu. Bahan-bahan tersebut harus dapat memenuhi standar syarat teknis produksi yang ditentukan seperti jumlah yang cukup setiap diperlukan. Tersedianya bahan baku tambahan secara kontinyu dengan harga ekonomis merupakan salah satu pendukung agar unit pengolahan yang direncanakan dapat beroperasi dengan teratur.
a.       Bahan Baku Utama
Pada unit pengolahan ini bahan baku utama adalah minyak goreng bekas yang didapatkan dari sejumlah restoran dan rumah makan di Magelang. Jika satu restoran / rumah makan mengkonsumsi 30 kg minyak goreng dalam sehari, total potensi bahan baku minyak goreng bekas dalam sehari sebesar 1.530 kg atau 38,25 ton minyak goreng bekas per bulan. Pada umumnya minyak goreng bekas telah mengalami kerusakan kandungan didalamnya karena telah mengalami proses penggorengan yang berulang-ulang. Tabel 7. menunjukkan kondisi minyak goreng bekas dibandingkan dengan SNI.
Tabel 7. Kandungan Minyak Goreng Bekas
Parameter
Nilai
SNI
Bilangan peroksida (meq/kg)
3,86
Maks. 2
Asam lemak bebas (%)
1,86
Maks. 0,3
Kadar air (%)
0,83
Maks. 0,3
Sumber: Astuti (2003)
b.      Bahan Pembantu
Bahan pembantu adalah bahan yang digunakan untuk melengkapi bahan baku sehingga akan diperoleh produk yang sesuai dengan kualitas dan spesifikasi yang diinginkan. Kebutuhan bahan pembantu ini disesuaikan dengan formulasi terbaik dan paling optimal. Pembelian bahan pembantu dilakukan setiap 1 bulan. Pada pemurnian minyak goreng bekas, bahan pembantu yang diperlukan antara lain air, dan kaustik soda (NaOH).
1.      Air
Air yang digunakan sebagai bahan tambahan adalah air bersih dan jernih. Penambahan air dilakukan pada tahapan proses despicing, air berguna untuk menghilangkan partikel halus tersuspensi atau berbentuk koloid seperti protein, karbohidrat, garam, gula dan bumbu rempah-rempah yang digunakan menggoreng bahan pangan tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak (Wijana, dkk, 2005). Menurut Astuti (2003), air yang ditambahkan pada pemurnian minyak goreng bekas adalah sejumlah minyak goreng bekas yang diolah (minyak ; air = 1:1). Minyak goreng yang dimurnikan setiap hari sebanyak 160 kg, oleh karena itu jumlah air yang diperlukan adalah 160 kg per hari atau 4 ton per bulan.
2.      NaOH
NaOH merupakan salah satu dari dua kaustik yang dapat digunakan dalam netralisasi minyak goreng bekas selain bahan lain berupa KOH. NaOH dibagi dalam 2 tipe yaitu NaOH untuk analisis dan NaOH untuk teknis, perbedaannya keduanya yaitu pada tujuan penggunaan dan harga. NaOH yang digunakan pada proses ini adalah NaOH untuk teknis.
Penambahan NaOH pada tahapan proses netralisasi berguna untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan bas atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (Ketaren, 1986). Sebelum menentukan jumlah NaOH maka harus ditentukan terlebih dahulu % kadar asam lemak bebas memakai rumus (lihat Lampiran 1). Setelah diketahui nilai % FFA kemudian dikonversi menjadi berapa gram NaOH padat yang dapat dibuat larutan NaOH 4N. tahapan penghitungan % FFA dilakukan secara terpisah terhadap masing-masing jalur produksi. Penambahan NaOH padatan pada umumnya sekitar 36 gram pada tiap jalur produksi atau sejumlah 14 gram per hari.
c.       Bahan Pengemas
Bahan pengemas yang digunakan yaitu jerigen plastik kapasitas 30 liter sebanyak 12 buah dan drum (100 liter) sejumlah 2 buah. Jerigen plastik dipakai untuk mengambil bahan baku dari hotel, sedangkan drum dipakai untuk menampung minyak goreng yang telah mengalami pemurnian.
C.     Penentuan Kapasitas Produksi
Menurut Umar (2003), aktivitas produksi hendaknya direncanakan dengan baik agar jumlah produksi yang dihasilkan tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit. Terdapat beberapa faktor utama yang mempengaruhi perencanaan jumlah produksi perusahaan, yaitu permintaan konsumen, kapasitas pabrik, suplai bahan baku, modal kerja, dan peraturan pemerintah dan ketentuan teknis lainnya.
Kapasitas produksi suatu pabrik dapat ditentukan dengan empat pendekatan. Pendekatan pertama adalah dengan memperkirakan tingkat permintaan potensial ketersediaan bahan bakunya. Pendekatan ketiga yaitu memperhitungkan kemampuan mesin dan peralatan. Pendekatan ketiga yaitu ketersediaan modal. Pendekatan yang digunakan tergantung pada data yang tersedia (Husnan dan Suwarsono, 1999).
Berdasarkan potensi bahan baku minyak goreng bekas sangat besar yaitu 38,25 ton minyak goreng bekas per bulan. Begitu juga dengan potensi pasar CPO non-pangan untuk pasar domestik yaitu 1,27 juta ton di tahun 2007. Akan tetapi, ketersediaan modal usaha yang masih terbatas (skala usaha kecil) maka kapasitas produksi yang direncanakan sebesar 200 liter minyak goreng bekas setiap hari.
Rancangan Teknologi Proses Produksi
Teknologi proses pemurnian minyak goreng bekas yang dipakai merujuk pada penelitian skala laboratorium yang dilakukan oleh Astuti (2003) (lihat Gambar 2) serta penelitian peningkatan skala produksi pemurnian minyak goreng bekas yang dilakukan penulis, dimana diagram alirnya dapat dilihat pada gambar berikut
Menurut Gitosudarmo (1991), pengawasan terhadap tipe proses produksi kontinyu titik beratnya adalah menjaga kelancaran arus produksi. Kelancaran arus produksi akan dapat dijaga apabila terdapat kesesuaian kapasitas dari mesin satu dengan mesin pada proses berikutnya. Unit produksi ini menggunakan 4 jalur produksi, setiap jalur produksi terdiri atas seperangkat mesin dan peralatan yang digunakan untuk memproduksi minyak goreng reprosesing. Pada perencanaan jadwal produksi direncanakan dalam satu hari dilakukan pemurnian minyak goreng bekas sebanyak 1 kali siklus produksi. Setiap jalur produksi membutuhkan bahan baku minyak goreng bekas 40 kg sehingga minyak goreng bekas yang dibutuhkan dalam satu hari sebesar 160 kg yaitu dari hasil 4 jalur produksi x1 kali siklus produksi x 40 kg. Minyak goreng reprosesing yang dihasilkan oleh satu jalur produksi sebanyak 34.85 kg sehingga dalam satu kali proses dihasilkan 139,4 kg dari 4 jalur produksi. Jadi dalam satu hari dihasilkan minyak goreng reprosesing sebanyak 139,4 kg atau sekitar 124,5 liter.
Proses pemurnian minyak goreng bekas dalam industri kecil ini terdiri dari beberapa tahapan proses yaitu penyaringan, despicing, dan netralisasi. Setiap tahapan proses diuraikan sebagai berikut:
1.      Persiapan
Persiapan yang dilakukan meliputi pengambilan minyak goreng bekas dari gudang dan penimbangan. Selain itu juga dilakukan pengecekan terhadap kondisi mesin dan peralatan yang akan digunakan. Persiapan memerlukan waktu 15 menit.
2.      Pemasakan I
Pemasakan I membutuhkan air sebanyak sama dengan jumlah minyak yang diolah di setiap proses produksi yaitu sebesar 40 kg (air minyak = 1: 1). Minyak dan air dicampur dan dimasak pada tangki pemasakan dengan suhu 100ºC selama 4 jam (sampai air sisa setengah dari jumlah awal).
3.      Pengendapan dan Pemisahan
Setelah dimasak kemudian minyak diendapkan untuk didinginkan dan memisahkan fraksi air yang masih bercampur dengan minyak. Kemudian minyak dipisahkan dengan cara membuat air sedikit demi sedikit dengan membuka kran yang ada di bawah tangki pemasakan lalu kran ditutup kembali sampai air habis. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 75 menit, pada setiap jalur produksi.
4.      Pemasakan II
Pemasakan I disebut proses despicing , sedangkan pemasakan II disebut proses netralisasi. Pada proses ini minyak goreng bekas sebelum dimasukkan dalam tangki pemasakan, dihitung dulu kadar asam lemak bebasnya dengan rumus % FFA (lihat Lampiran3), hal ini perlu dilakukan untuk dapat menentukan jumlah laruran NaOH 4N yang harus ditambahkan pada minyak goreng bekas hasil despicing. Setelah dihitung kadar asam lemak bebasnya, didapatkan jumlah gram NaOH padatan yang ditambahkan sebanyak 36 gram tiap jalur produksi, jika dijadikan larutan NaOH 4N maka yang harus ditambah larutan NaOH kedalam tangki pemasakan, kemudian dimasak pada suhu 80ºC selama 90 menit. Pemasakan berhenti setelah terbentuk gumpalan sabun diatas minyak. Proses netralisasi berlangsung selama 2 jam hingga suhu mencapai minyak. Proses netralisasi berlangsung selama 2 jam hingga suhu mencapai 100ºC.
5.      Pengendapan dan Penyaringan
Pengendapan bertujuan untuk mendinginkan minyak selama beberapa saat, dan memisahkan minyak dengan sabun yang terbentuk, kemudian minyak goreng bekas disaring dengan saringan. Proses ini membutuhkan waktu selama 45 menit.
Pemilihan Mesin dan Peralatan
Mesin dan peralatan merupakan alat bantu yang sangat dibutuhkan oleh suatu industri/pabrik untuk menjalankan aktivitasnya terutama dalam proses produksi. Tersedianya mesin dan peralatan yang memadai akan membantu kerja manusia khususnya membantu kelancaran dan keberhasilan proses produksi.
Menurut Husnan dan Suwarsono (1994), patokan umum yang dapat digunakan dalam pemilihan jenis teknologi adalah seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang diharapkan. Selain itu terdapat kriteria yang lain, yaitu:
·         Ketepatan jenis teknologi yang dipilih dengan bahan mentah yang digunakan
·         Keberhasilan penggunaan jenis teknologi tersebut ditempat lain yang memiliki ciri-ciri yang mendekati dengan lokasi proyek.
·         Kemampuan pengetahuan penduduk (tenaga kerja) setempat
Gambar  Flow Sheet Massa Proses Pemurnian Minyak Goreng Bekas pada 1 jalur Produksi
Dari pertimbangan kualitatif diatas, spesifikasi mesin dan peralatan yang dipilih haruslah yang mendukung teknologi pembuatan minyak goreng reprosesing. Untuk memilih mesin dan peralatan ini, saran dan pertimbangan dari pihak ahli juga diperlukan dan disertai perhitungan kasar seperti kemampuan pendanaan, biaya produksi, dan kondisi-kondisi lainnya. Pemilihan mesin dan peralatan produksi disesuaikan dengan kapasitas produksi yang diinginkan. Mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi pemurnian minyak goreng bekas dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Jenis Mesin dan Peralatan yang Digunakan
No.
Mesin/peralatan
Fungsi
Jumlah kapasitas
1.
Jerigen besar
Menampung minyak goreng bekas
1230 L
2.
Tangki pemasakan dilengkapi kompor gas
Memasak minyak goreng bekas
4100 kg
3.
Ember plastik
Menmpung minyak goreng sebelum dan sesudah diolah
450 kg
4.
Timbangan besar
Menimbang minyak goreng bekas
1150 kg
5.
Saringan dari kain saring
Menyaring minyak goreng bekas
48
6.
Drum (100 L)
Menampung produk minyak goreng reprosesing
2

Penentuan mesin dan peralatan ditentukan dengan cermat sesuai dengan penggunaannya agar mempunyai kapasitas produksi berimbang dan demi tercapainya efisiensi arus produksi. Efisiensi mesin dan tenaga kerja sangat penting dilakukan untuk menghindari adanya penimbunan bahan-bahan produksi dalam proses produksi.
Perhitungan Kebutuhan Utilitas
Utilitas adalah bagian yang sangat penting untuk kelancaran proses produksi karena utilitas merupakan penunjang beroperasinya mesin atau peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan bahan baku menjadi produk dalam suatu pabrik. Utilitas yang diperlukan dalam proses pembuatan minyak goreng reprosesing adalah air, listrik, dan LPG.
a.       Listrik
Sumber listrik bagi unit pengolahan pemurnian minyak goreng bekas berasal dari PLN. Listrik dibutuhkan untuk penerangan. Total kebutuhan listrik per hari adalah 0,756 Kwh.
b.      Air
Air dibutuhkan pada proses pemasakan I atau proses despicing. Kebutuhan air per hari untuk unit pemurnian minyak goreng bekas adalah 0,15 m3. sumber air diperoleh dari PDAM.
c.       Bahan bakar
Bahan bakar yang dipakai adalah LPG dan Bensin. LPG dipakai untuk proses pemasakan dan bensin dipakai untuk bahan bakar sepeda motor. Perincian kebutuhan LPG sebesar 4,8 kg per hari dan 5 liter bensin per hari.
Tabel 9. Kebutuhan Utilitas
Jenis utilitas
Jumlah pemakaian/bulan
Biaya pemakaian/bulan (Rp)
Air
3,70 m3
6.290
Listrik
18,9 Kwh
8.788,5
LPG
120 kg
550.000
Bensin
125 L
562.500
Total

1.127.578,5

Aspek Finansial
Analisis finansial ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan unit produksi pemurnian minyak goreng bekas,. Analisis finansial ini meliputi analisis kebutuhan modal, biaya operasional, analisis Break Even Point (BEP), dan perhitungan rugi laba. Analisis finansial pendirian unit produksi pemurnian minyak goreng bekas dilakukan dengan menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut:
·         Kapasitas produksi tetap selama umur ekonomis proyek, dengan kapasitas per hari sebesar 80% dari 200 kg (kapasitas direncanakan), yaitu sebesar 160 kg per hari atau 40 kg disetiap jalur produksi
·         Usia guna proyek 5 tahun
·         Harga dan biaya perhitungan kelayakan finansial adalah yang berlaku pada saat perhitungan (Agustus 2007).
·         Modal yang digunakan berasal dari milik pribadi dan pinjaman dari bank
·         Bahan baku, bahan pembantu, dan bahan pengemas tersedia secara kontinyu sepanjang tahun.
·         Permintaan produk stabil, produk terjual habis setiap akhir tahun dan selama umur proyek.
·         Harga pokok produksi dan harga jual produk naik secara proporsional setiap tahun sesuai kenaikan komponen biaya tetap dan biaya variabel berdasarkan tingkat inflasi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada bulan Agustus tahun 2007 sebesar 6,5% dan diasumsikan tetap selama proses pengujian.
·         Pabrik bekerja selama 25 hari per bulan
·         Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus (Straight Line Method)
·         Suku bunga yang dipakai adalah suku bunga deposito Bank Mandiri bulan Januari 2013 sebesar 10%.
·         Pajak penghasilan dihitung berdasarkan Undang-Undang Perpajakan Pasal 17 No. 17 tahun 2000 yaitu penghasilan antara 0 - 25 juta dikenakan pajak 5%, penghasilan antara 25-50 juta dikenakan pajak 10%, penghasilan antara 50-100 juta dikenakan pajak 15%, penghasilan antara 100-200 juta dikenakan pajak 25%, dan penghasilan diatas 200 juta dikenakan pajak 35%.
Kebutuhan Modal
Kebutuhan modal meliputi investasi tetap dan modal kerja. Kebutuhan dana untuk investasi tetap meliputi biaya persiapan, tanah dan bangunan, mesin dan peralatan, dan biaya tak terduga sebesar 5%. Modal tetap yang dikeluarkan sebesar Rp. 52,048,500.00.
Modal kerja adalah pengeluaran untuk membiayai keperluan operasi dan produksi pada waktu proyek pertama kali dimulai. Kebutuhan dana modal kerja terdiri dari upah tenaga kerja langsung, biaya bahan baku utama, biaya bahan pembantu, biaya bahan pengemas, biaya utilitas, biaya pemeliharaan alat dan bangunan. Modal kerja dalam rencana pendirian unit pengolahan pemurnian minyak goreng bekas ini dihitung untuk jangka waktu 3 bulan operasi perusahaan sebesar Rp. 20,933,610.50. Dengan demikian total modal yang diperlukan sebesar Rp. 72,982,110.50 kebutuhan modal ini dibiayai dengan meminjam di bank dan milik pribadi.
Biaya Operasional
Biaya operasional yang dianalisis meliputi biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tetap dan tidak tergantung volume produksi. Biaya tetap yang dikeluarkan terdiri dari biaya pemeliharaan alat dan bangunan, depresiasi, biaya beban utilitas, pajak bumi dan bangunan, biaya administrasi, dan biaya transportasi . pada perencanaan ini, biaya tetap dihitung setiap tahun karena memperhitungkan nilai inflasi. Biaya tetap yang dikeluarkan selama setahun pertama sebesar Rp. 27,446,250.00. Biaya tidak tetap atau biaya variabel adalah biaya yang bervariasi langsung secara proporsional dengan perubahan volume produksi. Biaya ini meliputi upah tenaga kerja operasional, biaya bahan baku utama, bahan pembantu, bahan pengemas, dan biaya utilitas. Besarnya biaya variabel pada tahun pertama dapat dilihat adalah Rp. 73,444,942.00.. Dengan demikian total biaya operasional pada tahun pertama sebesar Rp. 100,891,192.00.
Penetapan harga Jual dan Analisis Break Even Point (BEP)
Untuk menghadapi pesaing, perusahaan menetapkan harga yang kompetitif. Setiap minyak goreng reprosesing memiliki harga pokok penjualan (HPP) sebesar Rp. 2.700,00 per liter dan ditawarkan dengan harga jual sebesar Rp. 4.100,00 per liter. Harga jual ini bila dibandingkan dengan harga CPO domestik pada kuartal pertama 2007 yang bernilai sekitar Rp. 4.500,00 - Rp. 5.500,00 per kg (Anonymous, 2007b) memang lebih murah. Begitu pula jika harga ini dibandingkan dengan harga minyak solar bersubsidi yang bernilai Rp. 4.300,00 per liter atau jika dibandingkan dengan harga minyak solar industri (pertengahan November 2007) yang bernilai Rp. 5.600,00 per liter (Anonymous, 2007c). Nilai BEP unit sebesar 13074.81674 liter dan BEP rupiah sebesar Rp. 52,959,804.31. Nilai tersebut menunjukkan titik impas yang merupakan volume penjualan minimum dimana perusahaan tidak menderita rugi tetapi juga tidak memperoleh laba.
Perhitungan Rugi Laba
Laporan rugi laba menggambarkan hasil usaha (seluruh penerimaan dikurangi biaya) perusahaan dalam satu periode. Nilai keuntungan yang diterima pada tahun pertama sebesar Rp. 18.493.900.20. Hasil perhitungan laporan rugi laba selama umur ekonomi proyek menunjukkan bahwa pendapatan setelah pajak (EAT) bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan selalu mendapatkan keuntungan setiap tahunnya.
Tabel 10. Analisis Finansial
Indikator
Jumlah (Rp)
Modal tetap
52.048.500
Modal kerja 3 bulan
20.933.610
Total modal
72.982.110
Biaya tetap
27.446.250
Biaya tidak tetap
73.444.942
Total biaya
100.891.192

Analisis Kelayakan Investasi
Payback Period (PP)
PP merupakan perhitungan atau penentuan jangka waktu yang dibutuhkan untuk menutup initial investment dari proyek dengan menggunakan cash inflow yang dihasilkan. PP yang dihasilkan untuk perancangan unit pengolahan pemurnian minyak goreng bekas adalah 1 tahun 11 Bulan 13 hari. Jangka waktu PP yang lebih kecil dari umur proyek (5 tahun) menunjukkan bahwa proyek ini jika diusahakan maka tingkat pengembalian modalnya berjalan lebih cepat dibanding umur proyek tersebut.
Net Present Value (NPV)
Nilai suku bunga (i) yang digunakan adalah suku bunga deposito Bank Mandiri sebesar 10%. Perhitungan NPV dapat dilihat pada Lampiran 15. Nilai NPV yang diperoleh sebesar Rp. 80,299,699.03. NPV tersebut bernilai positif yang menunjukkan proyek ini layak untuk diusahakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suratman (2001) yang menyatakan bahwa jika NPV bernilai positif maka proyek investasi dinyatakan layak sedangkan jika bernilai negatif dinyatakan tidak layak.
Profitbility Index (PI)
Analisis PI digunakan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh tiap satu satuan investasi. Perhitungan dilakukan dengan cara membandingkan nilai sekarang penerimaan kas bersih di masa datang dengan nilai sekarang investasi. Syarat yang harus dipenuhi pada perhitungan PI adalah PI>1 agar usulan usaha dinyatakan layak. Nilai PI yang didapatkan sebesar 2,10 Nilai yang didapatkan lebih dari satu yang menunjukkan bahwa perancangan unit pengolahan pemurnian minyak goreng bekas layak untuk diusahakan.
Index Rate of Return (IRR)
Analisis IRR digunakan untuk mengetahui apakah suatu proyek layak atau tidak. Syarat yang harus dipenuhi agar suatu proyek dikatakan layak ialah apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat bunga yang digunakan pada perhitungan analisa investasi atau harus lebih besar dari 10% pada kasus ini. Nilai IRR yang didapatkan sebesar 48%. Nilai yang didapatkan menunjukkan bahwa perancangan unit pengolahan pemurnian minyak goreng bekas layak untuk diusahakan. Investasi modal pada unit usaha ini akan menghasilkan keuntungan lebih banyak dibandingkan jika mendepositokn modal tersebut di bank.
Tabel 11. Analisa Kelayakan Investasi
Indikator
Nilai
Keterangan
PP
1 tahun 11 bulan 13 hari
Jangka waktu PP yang kurang dari umur proyek (5 tahun) menunjukkn bahwa proyek ini layak dan cepat tingkat pengembalian modalnya
NPV
Rp. 80.299.699,03
NVP tersebut bernilai positif yang menunjukkan proyek ini layak untuk diusahakan karena menguntungkan
PI
2,10
PI>1 maka proyek ini layak diusahakan
IRR
48 %
IRR lebih besar dari tingkat bunga yang digunakan maka proyek ini layak diusahakan, serta investasi modal yang ditanamkan akan menghasilkan keuntungan lebih besar



DAFTAR PUSTAKA
http://elibrary.ub.ac.id/bitstream/123456789/24277/1/Pra-Perancangan-Industri-Pemurnian-Minyak-Goreng-Bekas-Skala-Usaha-Kecil.pdf

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar